Infeksi gonore merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang paling umum di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dan dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak diobati dengan tepat. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan telah menyebabkan resistensi antibiotik pada bakteri gonore, sehingga pengobatan menjadi lebih sulit.
Peran seorang mikrobiologi klinik memang pada dasarnya adalah melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan mikroorganisme pada spesimen klinis kemudian juga analisis tentang pola kepekaan antimikroba. Seorang mikrobiologi klinik juga berperan dalam penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi juga dalam pencegahan resistensi antimikroba, tetapi diperlukan juga peranan dan kerjasama sengan sejawat dokter, perawat dan tim PPI.
Konferensi International Forum on Gonococcal Infection and Resistance (IFGIR) diprakarsai dan diselenggarakan oleh Chinese Academy of Medical Sciences (CAMS) dan Peking Union Medical College (PUMC) Institute of Dermatology and the National Centre forOrganization Collaboration Center for Prevention and Control of Sexually Transmitted Infections yang dimulai sejak tahun 2017 lalu. IFGIR tahun 2025 ini dihadiri dari 14 negara di dunia, WHO dan ASEAN ( Vietnam, Filipina, Kamboja,dan Indonesia.
Indonesia diundang karena dalam 2 tahun terakhir yaitu tahun 2023 dan 2024 melakukan surveilan Gonore yang masuk dalam salah satu Program AMR WHO, yaitu EGASP (Enhanced Gonococcal Antimicrobial Surveillance Programme). Dariforum tersebut, saya mendapatkan pengetahuan yang banyak sekali khususnya yang terkait infeksi gonokokus atau N.go. Mulai dari epidemiologi, diagnosis dan perkembangan teknologinya; dari yang berbasiskan serologi/immunoassay hingga yang berbasiskan sequencing. Kemudian juga program-program di berbagai negara, baik riset ataupun survelen. Tentunya dari semua itu sangat banyak yang bisa diaplikasikan di negara kita, khususnya juga di RS-RS rujukan atau sangat mungkin di berbagai Laboratorium Kesehatan Masyarakat.
Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri penyebab salah satu infeksi menular seksual. Yang dimaksud adalah infeksi yang terjadi karena adanya kontakseksual, walau mungkin tidak terbatas pada yang melakukan, karena dapat saja ditularkan dari ibu yang terinfeksi ke bayi yang dilahirkan. Gonore (GO) merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering di dunia sepanjang abad ke-20. Data World Health Organization (WHO) tahun 2012, melaporkan 78 juta kasus infeksi GO. Secara global, prevalensi gonore pada perempuan kelompok usia 15-49 tahun, sebesar 0,8% sedangkan pada laki-laki sebesar 0,6%. Prevalensi gonore juga dipengaruhi oleh faktor geografis.
The WHO Gonococcal Antimicrobial Surveillance Programme (GASP) menunjukkan resistensi antibiotik menyebar terutama di Asia, Amerika Utara, Eropa, Amerika Latin, Karibia, Afrika dan Australia. Pada tahun 2016, sebanyak 60 negara melaporkan data resistensi Neisseria gonorrhoeae terhadap satu atau lebih antibiotik yaitu seftriakson dan sefiksim sebesar 30%, azitromisin sebesar 49%, siprofloksasin 95%, penisilin dan tetrasiklin 39,6%.
Tantangannya bukan hanya deteksi penyebab, tetapi juga mendeteksi perubahan pola resistensi secara dini, Hal ini memang salah satunya disebabkan oleh masih terbatasnya pemeriksaan Neiserria gonore berbasis kultur dan uji kepekaan di Indonesia.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya resistensi antibiotik dan pentingnya penggunaan antibiotik yang tepat, serta meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati infeksi gonore dengan efektif.
